Quantcast
Channel: Malang Pusat | Yayasan Bhakti Luhur
Viewing all 96 articles
Browse latest View live

Pertemuan Perkasih Nasional XII tahun 2017

$
0
0

Pada tanggal 20-22 januari 2017, diadakanlah pertemuan Perkasih Nasional, adalah kegiatan pertemuan rutin yang diadakan seluruh Perkasih Bhakti Luhur di Indonesia. Masing-masing Perkasih melaporkan kegiatan apa saja yang sudah dilakukan dalam setahun kemarin, suka-duka apa yang dialami bersama dan program-program apa yang akan dilakukan pada tahun 2017.

pertemuan nasional XII 08

Dalam pertemuan ini dihadiri oleh Perkasih dari kota Jakarta, Surabaya, Blitar, Malang Raya, Madiun, Tanimbar, Pontianak, Nias, Bajawa, Merauke, Larantuka, Ende, Kupang, dan kota-kota lainnya. Semua saling bertukar pikiran apa-apa yang dihadapi di masing-masing centrum (kota), Perkasih satu sama lain saling membantu sehingga pada hasilnya anak-anak Bhakti Luhur dapat merasakan sampai sekarang.

Perkasih adalah perkumpulan dari orang-orang biasa dari berbagai macam pekerjaan atau yayasan yang memberikan bantuan kepada Bhakti Luhur, Perkasih bekerja secara sukarela dan selalu mencari jalan keluar terbaik bila Bhakti Luhur mengalami masalah atau membutuhkan bantuan.

pertemuan nasional XII 56

Perkasih, ALMA dan Bhakti Luhur adalah tiga sisi yang saling bersinergi membantu mereka yang berkebutuhan khusus dan membutuhkan. Perkasih membantu ALMA dalam mengatur Bhakti Luhur dalam segala hal, meliputi penggalangan dana, mencari koneksi kepada universitas yang bisa membantu Bhakti Luhur, membantu transportasi anak-anak Bhakti Luhur, menyediakan bantuan hukum bila diperlukan, membuat sosialisasi kepada masyarakat, dan masih banyak lagi.

Pada akhirnya Selamat Berjuang Perkasih Bhakti Luhur, sampai bertemu tahun depan. Romo Janssen sebagai pendiri Bhakti Luhur, ALMA, dan Perkasih berkata dalam bukunya, “Saya titipkan Bhakti Luhur kepada Perkasih.”

foto lengkap:
http://www.bhaktiluhur.org/berita-foto/?album=9&gallery=142


In Memoriam Romo Paul H Janssen CM 95 tahun

$
0
0

BERITA DUKA

(Romo kita tercinta telah tiada | Our beloved Father has just Passed Away).
Telah berpulang ke rumah Bapa, Romo Paul Janssen, CM, di Rumah Sakit RKZ Malang, hari ini, tgl. 20 April 2017, Pukul 14.00.

Semoga Jiwanya diterima di sisi Bapa. AMIN

Passed away and rested in peace, our beloved Father, Father Paul Janssen,CM, at Malang Catholic Hospital RKZ, Today April 20th, at 14.00 Local time.

May God Rest him with eternal Peace. AMEN

Selamat jalan Romo Paul Hendrikus Janssen, CM (95 tahun), semoga Engkau tenang bersama Tuhan YME.
Romo adalah papa kami, pendiri, pembina, pendidik yang baik dan contoh teladan yg pernah Tuhan berikan untuk menjadi bagian dari perjalanan hidup kami Yayasan Bhakti Luhur, ALMA dan Perkasih.

Terima kasih atas segala kebaikan Romo, mohon berkati kami yang masih menjalani hidup di dunia ini.
Bapa di surga terimalah Romo Janssen dalam pangkuan kasih-Mu.
Mohon doa untuk Romo Janssen agar dilancarkan jalannya.

Wafat di Rumah Sakit RKZ Malang jam 14.00wib, 20 April 2017

Kamis, 20APRIL2017
Jenasah Romo di Kampus STP IPI. Jl.Seruni no.6, Malang

Jumat, 21APRIL2017 jam 09.00
Jenasah Romo di Kapel Paulo.
Bhakti Luhur Jl.Terusan Dieng no.40 (dulu Jl.Raya Dieng) Malang

Sabtu, 22APRIL2017 jam 10.00
MISA PENUTUPAN PETI di Kapel Paulo.
Bhakti Luhur Jl.Terusan Dieng no.40 (dulu Jl.Raya Dieng) Malang

Senin, 24APRIL2017 jam 10.00
MISA REQUIEM di Kapel Paulo dilanjutkan
UPACARA PEMAKAMAN di Samping Kapel Paulo
Bhakti Luhur Jl.Terusan Dieng no.40 (dulu Jl.Raya Dieng) Malang

Resize of POST FB

Terima Kasih atas kehadiran semua pada Pemakaman Romo Paul H Janssen,CM

$
0
0

Resize of IMG_20170422_190522_HDR

Kami mewakili dari Yayasan Bhakti Luhur, ALMA dan Perkasih Indonesia, mengucapkan banyak terimakasih atas segala bantuan yang selama ini diberikan kepada kami di cabang-cabang kami dan terutama pada acara Pemakaman Romo Paul H Janssen kami yang tercinta pada 24 April 2017.

Kami sangat berterima kasih atas segala bantuan baik materiil dan non materiil, yang kami tidak dapat sebutkan satu persatu. Mohon doa dari semua agar karya Bhakti Luhur bisa terus terlaksana, sesuai dengan titipan pesan yang diberikan kepada kami. Terima kasih sekali lagi kami ucapkan.

PERSEMAYAMAN Romo Paul H Janssen 21 APRIL 2017
@Kapel Paulo Bhakti Luhur Malang Jl.Terusan Dieng no 40 Malang
video pendek bisa dilihat di link:
https://www.youtube.com/watch?v=XUE7gLPlwc8
https://www.youtube.com/watch?v=4iY8Covw5uw

MISA REQUIEM Romo Paul H Janssen 24 APRIL 2017
@Kapel Paulo Bhakti Luhur Malang Jl.Terusan Dieng no 40 Malang
video pendek bisa dilihat di link:
https://www.youtube.com/watch?v=MYwzMH4lQfg
https://www.youtube.com/watch?v=MhE7MFjFJgM

UPACARA PEMAKAMAN Romo Paul H Janssen 24 APRIL 2017
@Sebelah Kapel Paulo Bhakti Luhur Malang Jl.Terusan Dieng no 40 Malang
video pendek bisa dilihat di link:
https://www.youtube.com/watch?v=Tvquhw4jUdg
pentaburan bunga
https://www.youtube.com/watch?v=5TEADFgpiCc
pentaburan tanah
https://www.youtube.com/watch?v=gd_To-YOZ_4

Resize of IMG_20170424_132313_HDR

 

OMK Keuskupan Malang Siap Ikut IYD 2016

$
0
0

OMK

Omknet Februari 19, 2016

Sebanyak 36 OMK dari 25 Paroki se-Keuskupan Malang ditambah para aktivis Komisi Kepemudaan Keuskupan Malang akhirnya ditetapkan sebagai para Rasul muda yang akan berangkat menuju Keuskupan Menado mengikuti Indonesian Youth Day 2016 dan bertemu dengan OMK seluruh Indonesia.

Wisata Alam Air Terjun Coban Rondo – Batu berada di Kecamatan Pujon Kabupaten Malang, Jawa Timur menjadi saksi betapa semangatnya OMK Keuskupan Malang yang mengikuti kegiatan ‘Mental Building’ seleksi tahap akhir calon peserta Indonesian Youth Day 2016 Keuskupan Malang. Walaupun sempat terjadi longsor di lokasi air terjun Coban Rondo, namun berjauhan dari lokasi kegiatan.

Harapan panitia terkabul; pada saat pelaksanaan cuaca sangat cerah sehingga acara yang direncanakan dapat terlaksana dengan baik dan lancar. Kegiatan diawali registrasi di Paroki Gembala Baik-Batu. Sebelum berangkat ke Coban Rondo, peserta dan panitia berdoa terlebih dahulu di Gua Maria dan Gua Kanak-kanak Yesus dari Praha di sebelah Gereja.

Dengan mengendarai truk, para peserta melakukan perjalanan menuju Coban Rondo. Setelah sampai dan mengetahui tenda tempat istirahat sekaligus meletakkan barang, para peserta langsung mengikuti kegiatan di sesi I yaitu Game – Bola Dunia. Peserta dibagi kelompok yang didalamnya terdiri dari Gubernur, Wakil Gubernur, Bendahara dan rakyat jelata. Ada 5 kelompok dengan nama sesuai dengan tokoh pada jaman Yesus baik sebelum maupun pada saat disalib, diantaranya; Kelompok Yusuf Arimatea, Veronika, Simon Kirene, Elizabeth dan Yohanes Pembaptis. Maksud dan tujuan game adalah untuk mengetahui karakter kepemimpinan, kejujuran dan keaktivan dari anggota kelompok. Diharapkan OMK dapat mengetahui dulu sebetulnya termasuk dalam kategori yang mana.

Lalu setelah makan malam, OMK diajak untuk mengikuti permainan sesi II yang lebih mengutamakan kekompakan kelompok sekaligus keahlian dalam bekerjasama. Kegiatan diakhiri dengan api unggun yang diisi refleksi untuk menarik benang merah dari seluruh sesi sampai jam 11 malam. Keesokan harinya kegiatan dibuka mulai jam 5.30, peserta diajak jalan salib menyusuri hutan di lokasi Coban Rondo menuju ke Bukit Lambau. Panitia telah menentukan jalan yang sempit, terjal, naik turun bahkan berlubang cukup dalam dan meminta peserta yang tergabung dalam kelompok untuk membuat refleksi dari setiap perhentian sebanyak 14 perhentian yang diakhiri dengan doa Salam Maria sambil menantikan kelompok yang masih dalam perjalanan. Ibadat Jalan Salib sangat berkesan bagi peserta; bahwa Tuhan kita Yesus Kristus melalui jalan salib-Nya rela menderita sengsara sampai wafat terdorong oleh cinta. Lewat sengsara dan wafat-Nya, Ia ingin membagikan apa yang masih ada pada-Nya, yakni hidup-Nya, nyawa-Nya, demi keselamatan kita. Dengan mengenangkan sengsara dan wafat Tuhan Yesus, kita ingin semakin menyadari betapa besar kasih Tuhan kepada kita sampai Ia rela membagikan segala yang ada pada-Nya, termasuk hidup-Nya sendiri, kepada kita. Perjalanan peserta sambil mengenang sengsara Yesus hingga wafat di kayu salib; ditujukan sebagai refleksi tiap OMK di paroki yang mengalami jatuh bangun dalam pelayanan, menghadapi penolakan, ketidakpercayaan, tidak mendapat ruang dan kesempatan bahkan dipandang sebelah mata jika dibandingkan Yesus yang melayani kita tanpa mengeluh menjadikan OMK tetap kuat dan bersemangat…siap menjadi utusan.

Saat mencapai puncak Lambau; peserta diingatkan kisah Yesus di Puncak Golgota yang meyerahkan diri kepada Bapa-Nya di kayu salib. Kegiatan jalan salib diakhiri dengan perayaan Ekaristi dipimpin oleh Ketua Komisi Kepemudaan Keuskupan Malang RD. Andreas Adhi Prasetyo. Romo Adhi begitu terharu menyaksikan semangat OMK dalam mengikuti seluruh proses kegiatan dan tidak mengeluh walaupun ada satu OMK dari Paroki Curahjati yang sakit namun terus mengikuti kegiatan. Di akhir perayaan ekaristi, kami mendoakan Doa Hari Orang Muda Katolik se-Indonesia IYD 2016; “Menjadi Injil yang Hidup”. Dan sebelum berkat penutup; Rm Adhi mengumumkan siapa saja peserta IYD 2016 Keuskupan Malang.

Kegiatan dilakukan di alam terbuka bertujuan untuk menguji mental peserta dan mengetahui sejauhmana kekuatan dan semangat OMK dalam menghadapi tantangan mengundang 39 OMK yang lolos dalam seleksi wawancara saat Tengger Youth Day di Paroki Probolinggo. Namun karena beberapa kendala, 3 OMK tidak dapat datang. Sehingga diputuskan OMK yang lolos dalam seleksi akhir sebagai peserta IYD 2016 Keuskupan Malang sebanyak 36 OMK ditambah aktvis dan Tim Komisi Kepemudaan Keuskupan Malang.

Komisi Kepemudaan Keuskupan Malang telah melakukan beberapa seleksi yang sangat ketat untuk menentukan OMK yang benar-benar pantas dipilih; tidak hanya berdasarkan kepandaian, keaktivan dan kontribusi terhadap gereja, tetapi juga dilihat dari kepribadian; yang meliputi ketulusan dan kerendahan hati agar tercapai OMK yang militan. Yang tak kalah penting adalah bagaimana dalam mengelola waktu agar semua aktivitas kehidupan termasuk pelayanan dapat berjalan dengan seimbang. Cara memanege waktu menempati urutan yang teratas sebagai salah satu syarat dengan mempertimbangkan jadwal pembekalan yang sangat padat dalam waktu 7 bulan sebelum keberangkatan ke Menado tanggal 01 – 06 Oktober 2016.

Dalam waktu 7 bulan, para peserta IYD 2016 Keuskupan Malang akan diberikan mengikuti sejumlah kegiatan, diantaranya; menjadi Panitia Yubileum Remaja bersama Komunitas Difabel di Yayasan Bhakti Luhur Malang 23-24 April 2016 (sekaligus sebagai upaya regenerasi dan kaderisasi), Pembekalan dari Tim Aktiv Tanpa Kekerasan, Live in di keluarga dan pendampingan Bina Iman Anak di Curahjati, dan beberapa kegiatan sebagai upaya penggalangan dana; salah satunya di Regio Timur dalam bentuk Pagelaran di Paroki Jember pada bulan Mei 2016. Komkep KM sangat berharap OMK yang berangkat ke Menado tidak hanya mendapatkan sukacita dan kesan kebersamaan dengan seluruh OMK Indonesia, tetapi juga berjiwa penggerak militan yang siap menindaklanjuti IYD dengan berkontribusi di paroki masing-masing.
sumber:
http://orangmudakatolik.net/2016/02/19/omk-keuskupan-malang-siap-ikut-iyd-2016/

Malaikat-Malaikat Tak Bersayap

$
0
0

Rabu, 24 Februari 2016 11:26 WIB

HIDUPKATOLIK.com – Sejumlah tarekat suster menjalankan karya kemanusiaan untuk penyandang disabilitas. Mereka adalah malaikat-malaikat tak bersayap. Mereka memberikan hati bagi “orang-orang tersembunyi”.

hidup malaikat no sayap

Siapa tak kenal Bunda Teresa dari Kalkuta India? Ibu kaum papa ini selalu muncul dengan senyum teduh, bersari putih tipis bergaris-garis biru. Hingga wafatnya, ia hadir bagi orang-orang terbuang, miskin dan sekarat, cacat mental dan fisik, serta gelandangan dan yatim-piatu. Ia berani meninggalkan kemapanan dan keluar dari tembok biara.

Situasi Kalkuta memang amat memprihatinkan kala itu. Kata Bunda Teresa, di kota bengis ini, anjing diperlakukan lebih baik dibanding manusia. Di Kalkuta banyak terdapat wilayah kumuh dan padat penduduk. Ada seloroh tentang Kalkuta, “Jika tak ingin dikencingi atau diberaki, pasanglah gambar dewa di pagar rumahmu. ”

Utusan Tuhan
Uniknya, Tuhan justru mengirim malaikat-malaikat tak bersayap dalam diri Bunda Teresa dan para suster dari tarekat yang ia dirikan, Misionaris Cinta Kasih (Missionaries of Charity, MC) ke tempat itu. Mereka hidup bersama kaum terpinggirkan, merawat, dan mengantar mereka yang tak terselamatkan menuju nirwana dengan layak.

“Aku telah hidup seperti binatang di jalanan, tapi sekarang akan mati sebagai seorang malaikat yang dicinta,” kata seorang laki-laki yang dirawat kepada Bunda Teresa di pantinya. Meski Bunda Teresa sudah mangkat, karya pelayanannya tetap berlanjut. Tarekat yang didirikan Bunda Teresa pada 1950, berlabuh di Indonesia lima tahun lalu. Tepatnya di Weoe, Timor, Nusa Tenggara Timur, Keuskupan Atambua.

Tuhan tak hanya mengirim malaikat tak bersayap itu ke Kalkuta. Dia juga mengirim malaikat-malaikat tak bersayap yang lain ke Tanah Air ini.

Di Madiun, Jawa Timur, Keuskupan Surabaya, Tuhan mengutus salah satu malaikat tak bersayapnya dalam rupa Sr Genoveva Eva Alma. Biarawati kelahiran Nagekeo, Flores, NTT ini sudah dua tahun berkarya di Panti Asuhan Bhakti Luhur. Sr Geno tinggal satu atap bersama 48 anak, 24 diantaranya penyandang disabilitas.

Acapkali Sr Geno menghujat dirinya bila bercermin. “Saya malu, saya terlalu banyak merengek dan menuntut. Sementara mereka hampir tidak pernah putus asa,” katanya.

Anak difabel tak dipatok jam bangun pagi. Sedangkan anak-anak yang lain bangun pukul empat pagi. Usai sarapan, para pengasuh menuntun dan menjemur anak-anak. Beberapa waktu kemudian, mereka masuk sekolah. Yayasan Bhakti Luhur juga punya Sekolah Luar Biasa. “Butuh kesabaran, perjuangan, dan kerja keras mendampingi mereka,” ungkap Sr Geno. Tetapi, mereka tidak ingin selalu dikasihani. Nyatanya, mereka kerapkali berjuang mengatasi keterbatasannya.

Pemandangan serupa juga terlihat di PA Sayap Kasih, Tomohon Barat, Keuskupan Manado. Ladang pelayanan itu dikelola para suster Tarekat Suster Dina Santo Yoseph (Sorores Minores Sancti Josephi/SMSJ). Penghuni PA Sayap Kasih ada 20 penyandang disabilitas fisik dan mental.

Pengasuh panti Sri Sarman dan Marcel Ogi, senantiasa terhibur menyaksikan tingkah lucu penghuni PA. Mereka tak menampik, kadang sedih bila tak sanggup berbuat banyak membantu keterbatasan dalam diri anak-anak panti. Keduanya hanya mampu berkanjang dalam karya dan hadir di tengah para difabel. Sikap itu selaras dengan visi sang pendiri PA, Bruder Han Gerritse CSD, bekerja di PA teruji jika bisa hadir bersama para penghuni.

Mutiara Berharga
Semangat baja rupanya senantiasa dimiliki kaum difabel. Di Yayasan Sosial Marfati, Tangerang, Banten misalnya, para mantan penyandang kusta beraktivitas seperti orang umum di kebun dan konveksi. Mereka bekerja, Senin-Sabtu, pukul 7.30-14.30.

Ada pula sistem lembur di yayasan yang dikelola Tarekat Suster Jesus Maria Joseph (JMJ) itu. Mereka kadang menerima banyak pesanan jahit. Meski begitu, para pengurus tak pernah ngoyo. Jika ada karyawan yang lelah, mereka bisa istirahat atau kembali ke rumah. “Jangan sampai lelah,” pesan Sr Mediatrix Ronga JMJ.

Muder Komunitas JMJ Tangerang dan pendamping mantan penyandang lepra itu bahagia berada di tengah mereka. “Hidup saya bermanfaat untuk orang. Mereka merasa dicintai dan diperhatikan” kata biarawati yang sudah lima tahun di yayasan
itu.

Selain Yayasan Marfati di Keuskupan Agung Jakarta, di sebelah Timur negeri ini ada Rumah Sehat dan Panti Rehabilitasi bagi penyandang lepra. Lokasinya di Naob, Kefamenanu, Timor Tengah Utara, NTT. Pelayanan di Keuskupan Atambua itu dikelola Tarekat Putri Renha Rosari (PRR). Sudah 10 tahun lembaga dengan nama pelindung “Maria Bunda Penolong Abadi” ini beroperasi.

Sr Rosana PRR yang telah 10 tahun berkarya di sana menuturkan, harus punya berlaksa kesabaran kala mendampingi penderita lepra. Pengobatan bagi mereka berlangsung lama dan terus-menerus. Adakalanya, pasien bandel. Mereka tak mau minum obat. Hal itu bisa berakibat fatal. Mereka bisa cacat fisik digerogoti mycobacterium leprae.

Moda transportasi dari dan menuju ke lokasi masih minim. Akses jalan parah. Listrik pun mati-hidup. Tantangan pelik ini kadang membuat gerak pelayanan tersendat. Namun, yang paling menohok adalah tak sedikit keluarga pasien yang sulit menerima mantan penyandang kusta.

Mereka yang tak dianggap sembuh ditampung dan dikaryakan oleh para suster. Mereka mengerjakan beraneka ketrampilan. Para suster PRR tak hanya menyembuhkan fisik, tapi juga hati serta mengangkat martabat mereka.

Pun karya para suster FCJM (Franciscanae Cordis Jesu et Marie/Putri-Putri Fransiskan dari Hati Kudus Yesus dan Maria) di komunitas Pematangsiantar, Keuskupan Agung Medan dan di Jatibening, Keuskupan Agung Jakarta. Mereka juga mendampingi kaum difabel. Hasil kerja mereka pun mampu bersaing dengan hasil karya orang pada umumnya.

Selain itu, ada beberapa suster yang secara personal punya perhatian bagi kaum difabel, seperti para Suster Notre Dame (SND) di Jakarta. Ada empat suster SND di Jakarta, salah satunya Sr Theophila SND, yang ikut membantu pendampingan rohani bagi kaum difabel di Komunitas Efata, Rawamangun, Jakarta Timur. Dia juga mendampingi calon Komuni Pertama dan calon Krisma bagi orang berkebutuhan khusus dalam Kompak di Paroki Kramat, Jakarta Pusat.

Tak Putus Harapan
Syukur, Tuhan tak hanya mengirim seorang malaikat tak bersayap ke Kalkuta. Di Indonesia, banyak utusan-Nya yang melayani secara tersembunyi. Mereka datang, merawat, hadir dan menyembuhkan. Namun, syukur saja tak cukup tanpa terlibat nyata. Jika tenaga tak mampu didarmabaktikan, sumbangan pikiran, materi, terutama doa bisa menjadi opsi.

Yanuari Marwanto

Laporan: R.B.E. Agung Nugroho, Yusti H. Wuarmanuk, Marchella A. Vieba, Wiliam Sondak (Manado)
sumber:
http://m.hidupkatolik.com/index.php/2016/02/24/malaikat-malaikat-tak-bersayap

Mission Trip Sec-4 ke Malang – Jawa Timur

$
0
0

pelangi kasih 01

Untuk pertama kalinya Siswa Secondary Pelangi Kasih yaitu siswa Sec-4 melakukan kegiatan Mission Trip ke Malang dan sekitarnya. Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 28 – 31 Maret 2016. Para siswa dari 5 kelas berjumlah 85 orang beserta 9 guru melakukan perjalanan dengan Kereta Api Eksekutif ke Surabaya pada hari Minggu malam, tanggal 27 Maret.

Perjalanan ke Surabaya ditempuh dalam waktu 10 jam. Kereta Api (KAI) Eksekutif ini sangat tepat waktu baik berangkat maupun tiba di Surabaya. Perjalanan kemudian dilanjutkan dengan Bis Restu. Hari pertama, langsung menuju ke Kampung Kidz di Batu, Malang. Lalu makan siang dan menikmati atraksi singkat siswa SMA Selamat Pagi di Kampung Kidz. Acara selanjutnya berkunjung ke Secret Zoo untuk melihat satwa liar yang unik sekaligus berkunjung ke Museum Satwa. Setelah puas berjalan-jalan di situ kami kembali lagi ke Kampung Kidz untuk makan malam dan menikmati tontonan spektakuler yang disuguhkan dalam bentuk atraksi drama tari dengan judul “Rise Of The Legend”. Pertunjukan ini sangat luar biasa dan memiliki pesan-pesan yang edukatif dan inspiratif. Setelah puas menonton dilanjutkan dengan foto bareng dan talkshow dengan pimpinan Sekolah SMP Selamat Pagi.

pelangi kasih 02

Hari kedua, acaranya adalah Rafting di Kali Watu dan bermain Paintball. Kegiatan Rafting ini sangat menyenangkan dan sekaligus mendebarkan. Sungai yang dipakai dalam kegiatan ini tergolong aman, arusnya masih cukup bersahabat dan terkendali serta tidak dalam. Setelah itu kami menuju ke Museum Angkut, melihat berbagai koleksi transportasi dari zaman doeloe. Masih di area Batu, ada acara free time yang kami pergunakan untuk berekreasike Batu Night Spectacular (BNS) Batu.

pelangi kasih 03

Hari ketiga, kami melakukan kegiatan sosial ke Panti dan Sekolah Bhakti Luhur Malang. Sebenarnya tujuan utama kami ke Desa Peniwen tapi karena ada beberapa hambatan akhirnya dialihkan ke Sekolah Bhakti Luhur. Para siswa Sec-4 melakukan interaksi dan berkomunikasi dengan anak-anak di Sekolah ini yang tergolong anak ABK (Anaka Berkebutuhan Khusus). Kami juga menyerahkan bantuan baik yang sudah disiapakan maupun bantuan spontan dari para siswa kepada Pimpinan Sekolah Bhakti Luhur. Dari situ kami berangkat menuju Pantai Balekambang untuk menikmati wisata pantai di sana. Perjalanan cukup panjang sekitar 3 jam lebih dikit tapi terhibur dengan pemandangan pantai yang alami di Balekambang dan makanan seafood yang sangat mengenyangkan.

Hari keempat kami melakukan kegiatan Ibadah Paskah di SAAT (Seminari Alkitab Asia Tenggara). Dari SAAT kami makan siang dengan hidangan Cui Mie Malang yang enak karena dicampur dengan siok bak:). Setelah itu kami menuju ke Gudang Oleh-Oleh dan lanjut ke Surabaya untuk menuju ke Airport Juanda. Perjalanan ke Jakarta menggunakan Citylink.

pelangi kasih 04

Kegiatan Mission Trip Sec-4 ini bekerjasama dengan Princess Team Malang dan Caldera. Terima kasih untuk Princess Team dan Caldera yang sudah mendukung kegiatan kami selama di Malang.
sumber:
http://www.pelangikasih.or.id/2016/03/mission-trip-sec-4-ke-malang-jawa-timur.html

Yayasan Bhakti Luhur Bantu Pengobatan Warga Miskin

$
0
0

Sebuah lembaga yang bergerak dalam bidang sosial tergerak untuk turun tangan membantu penderita penyakit ganas. Rabu siang (15/6), Yayasan panti asuhan Bhakti Luhur beralamatkan di Sumbersari melakukan survey ke beberapa penderita penyakit ganas.

malang 1

Pelaksanaan survey tersebut bertujuan tidak hanya untuk mengetahui penyakit yang diderita oleh warga tidak mampu tersebut melainkan lebih kepada penanganan langsung proses medis yang selayaknya diterima oleh penderita.

“Tidak sekadar tahu kondisi penyakit yang diderita,” kata Vera Nataliza, salah satu pengurus yayasan tersebut.
Beberapa penderita penyakit ganas yang dikunjungi dan segera akan dilakukan penanganan medis sesegera mungkin adalah ; Wagira, penderita kanker tulang, Reina, balita penderita kelainan tulang leher asal kecamatan Sumberbaru dan Raihan, bocah penderita miningitis atau kelumpuhan asal Sukorambi. Warga tidak mampu tersebut, sebelumnya sudah melakukan pengajuan pengobatan di masing –masing wilayah tempat tinggalnya. Namun, upaya untuk mendapatkan penanganan medis yang layak selalu menemui kendala. Baik persyaratan maupun biaya yang cukup besar.

“Mayoritas penderita dari kalangan tidak mampu baik finansial maupun pemahaman medis,” jelas Vera.
Ditambahkan, yayasan Bhakti Luhur akan melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan pemerintah desa dan kecamatan di masing – masing agar tidak terkesan melangkahi kinerja pemerintahan setempat.
“Kami memang bergerak di bidang sosial untuk membantu warga tidak mampu, khusunya penderita penyakit ganas yang belum mendapatkan penanganan dari pemerintah,” tambahnya.

Di sisi lain, Sutinah (50), orang tua dari Reina (3) mengaku senang dengan adanya donator yang akan membantu biaya pengobatan anaknya. “Saya sudah ke puskesmas, RS dr Soebandi. Tapi sia –sia sebab kekurangan persyaratan ini dan itu dan biayanya besar pula,” bebernya. Sejak lahir, Reina menderita kelainan tulang leher. Bahkan Reina merupakan anak yatim saat dilahirkan. “Kedua anak kami Roni (9) dan Reina sama memiliki kelainan, tapi kami tidak bisa apa –apa,” terangnya.

Apa yang disampaikan oleh orangtua penderita penyakit ganas ini seakan menjawab betapa sulitnya warga mendapatkan pengobatan gratis bagi warga yang tidak mampu, meski kepala daerah telah berganti.
Rencananya, para penderita ini akan di bawa ke Surabaya untuk menerima pengobatan secara intensif dan berkala melalui yayasan Bhakti Luhur.(cw5)

sumber:
http://memotimur.co.id/news/index.php/2016/06/16/yayasan-bhakti-luhur-bantu-pengobatan-warga-miskin/

Guru Diajari Mengidentifikasikan Siswa dan Siswi Disabilitas

$
0
0

Selasa, 13 September 2016 16:33

SURYAMALANG.COM, LOWOKWARU – Yayasan Bakti Luhur Malang memberikan pelatihan untuk guru SD kelas 1 dan 2 untuk mengindentifikasikan siswa dan siswi disabilitas, Selasa (13/9/2016). Pelatihan dengan tema “Identifikasi Kecacatan dan Disabilitas Untuk Guru SD Kota Malang” bertempat di aula Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Malang.
“Kegiatan seperti ini perlu sekali,” jelas Yuliana Eni dari Yayasan Bakti Luhur di sela acara.
Hal ini karena Kota Malang sudah menyatakan sebagai kota inklusi. Sayangnya, data pasti penyandang disabilitas belum ada, tambah Yuliana. Sehingga dengan adanya pengenalan ini, setidaknya bisa diketahui datanya nanti.
“Ya..tidak segera diketahui. Mereka yang dilatih kan akan melakukan assesment. Setelah itu bisa diketahui berapa jumlahnya,” jelas Eni.
Untuk mengetahui itu, dari para guru biasanya saat pendaftaran siswa baru. Karena itulah, Bakti Luhur tidak hanya mengandalkan pada guru, tapi juga komponen masyarakat lainnya. Seperti kader posyandu, PKK dan petugas sosial masyarakat (PSM).
Kata Eni, pihaknya memiliki nomer kontak mereka yang sudah mengikuti pelatihan. Sehingga bisa mengetahui hasil assesment mereka ketika di masyarakat.
“Untuk pelatihan nonguru, sudah kita lakukan di tiga kecamatan yaitu Sukun, Klojen dan Kedungkandang,” jelas dia.
Besok, lanjutnya, akan dilanjutkan ke dua kecamatan lain untuk non guru.
Ditambahkan, jika keberadaan mereka diketahui serta jenis ketunaannya, maka akan menjadi masukan yang positif.
“Sebab penyadang disabilitas juga berhak mendapat layanan publik. Mereka juga tidak ingin dibedakan,” katanya.

pelatihan-malang-1

Dijelaskan Eni, perlunya peran serta masyarakat dalam hal ini karena penanganan pada penyandang disabilitas. Terutama di Yayasan Bakti Luhur yang sejak lama fokus pada hal ini.
“Dulu anak-anak dibawa ke asrama diterapi dan diberi pendidikan. Kalau hanya menangani di asrama akan sangat terbatas untuk menampung semuanya,” paparnya.
Meski yayasan ini ada di 14 provinsi di Indonesia.
“Pada 1996, kami sudah mengadakan rehabilitasi berbasis masyarakat dengan mengunjungi anak-anak,” kata dia.
Meski niatnya mulia, namun terkadang tidak selalu diterima baik.
Karena itu, mulai tahun ini, yayasan membuat program mengidentifikasi anak-anak disabilitas.
“Jika nanti dari kader ada yang mengetahui, mereka bisa assesment dan memantaunya,” kata dia.
Sementara itu, Irene Widaningsih, pemateri menyampaikan ke para guru SD untuk mengenali anak low vision.
“Ada yang matanya normal tapi kalau membaca harus mendekat/tidak bisa membaca normal,” jelas Irene.
sumber:
http://suryamalang.tribunnews.com/2016/09/13/guru-diajari-mengidentifikasikan-siswa-dan-siswi-disabilitas


BHAKTI LUHUR BERIKAN PELATIHAN GURU MENGIDENTIFIKASI SISWA YANG INKLUSI

$
0
0

ANDALUS FM – Sebagai bagian dari perubahan konsep terapi dari terapi di asrama/panti mennjadi terapi bersama oleh masyarakat, beberapa trainer dari Yayasan Bhakti Luhur memberikan training kepada guru-guru kota Malang agar mampu mendeteksi siswa yang inklusi (memiliki kebutuhan khusus) sejak awal para siswa masuk sekolah.

pelatihan-guru-malang

“Kota Malangini sudah dikukuhkan sebagai kota pelopor pendidikan inklusi (siswa berkebutuhan khusus) pada tahun 2012 lalu, namun sampai saat ini kota Malang belum mempunyai data pasti berapa jumlah siswa difabel, sehingga diperlukan partisipasi guru untuk mengidentifikasi siswa yang punya disabilitas,” ujar Yuliani Eni, trainer dari Yayasan Bhakti Luhur saat ditemui di Dinas Pendidikan kota Malang, Selasa (13/9).

Program yang dijalankan oleh Yayasan bhakti Luhur adalah Pusat Pengembangan Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat ( PPRBM) untuk memberikan skill pada guru SD kelas I dan II mengidentifikasi jenis-jenis atau ciri-ciri kecacatan yang dimiliki siswa.

“Selain para guru, kami juga bekerjasama dengan pekerja sosial, posyandu dan komunitas lainnya agar semakin banyak masyarakat yang bisa turut berperan serta dalam pengidentifikasian disabilitas anak,” ujar Eni.

Menurut Eni, meskipuan anak-anak itu menderita disabilitas, tapi bukan berarti mereka berbeda atau harus mendapat perlakuan yang berbeda sehingga mereka tidak mendapatkan apa saja yang menjadi hak mereka seperti sekolah (pendidikan), fasilitas dan juga masalah pekerjaan. (Gus/Fir)
sumber:
http://www.andalus911fm.com/index.php/profile/92-malang-raya/877-bhakti-luhur-berikan-pelatihan-guru-mengidentifikasi-siswa-yang-inklusi

Larut dan Memberi Rasa

$
0
0

January 18, 2017

HIDUPKATOLIK.com – Mereka tak selalu berjubah dan tinggal di biara. Spirit dan karya mereka nyaris tak beda dengan para biarawati, bak garam, larut dan tak terlihat, memberi rasa bagi masyarakat.

Tsunami menghantam “Tanah Rencong”, 12 tahun silam. Pemukiman penduduk porak-poranda diterjang air bah. Ribuan jasad bergelimpangan di atas tanah. Kondisi jenazah-jenazah itu amat mengenaskan. Organ tubuh mereka tak lagi utuh. Bau anyir segera menyeruak, menusuk indera penciuman.

Para korban tak selamat itu segera diangkat, dibersihkan, dan dimakamkan oleh para relawan dari seluruh penjuru Nusantara. Satu dari sekian banyak relawan itu adalah Sr Macaria Theresia Laiyan ALMA. Orang takkan mengenali profesi perempuan kelahiran Saumlaki, Maluku, 24 Mei 1974 itu. “Saya berpakaian layaknya wanita Aceh, memakai jilbab,” tulis Sr Risye, sapaannya, dalam surat elektronik, Rabu, 30/11.

Karya kemanusiaan Sr Risye itu merupakan pengalaman perdana. Dua pekan sebelum bencana alam terjadi, suster yang kini menjadi prokurator Institut Sekulir Asosiasi Lembaga Misionaris Awam (ALMA) dan Sekretaris Yayasan Bhakti Luhur ini mengikrarkan kaul terakhir. “Saya merasa dipakai Tuhan karena mengabdikan diri dalam kondisi itu,” imbuhnya.

Teladan Pendiri
Karya kemanusiaan yang dihidupi Sr Risye beranjak dari teladan, semangat, dan harapan pendiri ALMA Romo Paul Hendrikus Janssen CM. Tiba di Puhsarang, Kediri pada 1951, Romo Janssen menyaksikan kondisi masyarakat sangat memprihatinkan; banyak orang miskin, cacat, dan sakit. Mereka nyaris tak tersentuh bantuan tenaga pastoral dan medis. Mereka juga tak sanggup mengobati diri sendiri karena terbentur biaya. Situasi itu memantik perhatian Romo Janssen. Bagi imam kelahiran Venlo, Belanda, 29 Januari 1922 ini, membantu orang sakit, tak hanya dengan kasih sayang, tapi dibutuhkan wujud nyata kasih yakni obat-obatan.

Romo Janssen pergi-pulang Kediri-Surabaya untuk membeli obat bagi orang sakit. Ia juga belajar medis dari para dokter di Belanda agar bisa turun tangan mengobati masyarakat. Ia pun mengumpulkan dokter dan awam untuk membantu karyanya. Kejadian itu merupakan cikal bakal kelahiran ALMA.

 

sumber berita:
http://majalah.hidupkatolik.com/2017/01/18/3467/larut-dan-memberi-rasa/

Kostrad Peduli Anak-Anak Difabel

$
0
0

Penulis PARADIGMA BANGSA – 10 Februari 2017

PB|Malang – Dalam rangka mewujudkan rasa kemanusiaan, peduli antar sesama sekaligus menumbuhkan kepekaan sosial, Batalyon Perbekalan dan Angkutan 2 Kostrad melaksanakan kegiatan bhakti sosial berupa pemberian santunan kepada anak-anak Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Bhakti Luhur Malang, Jawa Timur.
Pihak sekolah pun memberikan respon yang sangat baik, “Kami baru kali ini mendapat undangan oleh pihak TNI, tentunya dengan adanya kegiatan seperti ini sangat memotivasi anak-anak difabel,” ujar Kepala Sekolah Suster Clara Susilawati Alma.

Siswa siswi SDLB pun sangat antusias mengikuti rangkaian acara ini. Ada beberapa persembahan yang ditampilkan oleh para siswa siswi berkebutuhan khusus ini, diantaranya yaitu menyanyi dan menari. Meskipun dengan keterbatasan mereka menyuguhkan kemampuan dalam mengembangkan bakat seni dan kreatifitasnya.

Kegiatan bhakti sosial ini ditandai dengan penyerahan santunan secara simbolis yang diberikan langsung oleh Komandan Batalyon kepada perwakilan pihak Sekolah SDLB Bhakti Luhur Malang.

Komandan Yonbekang 2 Kostrad Letkol Cba Edwar Rizal, S.Sos. menyampaikan, “Bhakti sosial ini dilaksanakan sebagai bentuk kepedulian kami kepada masyarakat, khususnya kepada anak anak berkebutuhan khusus, mudah-mudahan dapat bermanfaat”, jelasnya.
Acara ini diakhiri dengan pemberian karya tangan siswa SDLB Bhakti Luhur Malang kepada Ketua Persit KCK Cabang XXVII Yonbekang 2 Kostrad dan dilanjutkan foto bersama.(penkostrad|ab|red)

sumber berita:
http://www.paradigmabangsa.com/kostrad-peduli-anak-anak-difabel/

Memberi Suka Cita, ITN Malang Kunjungi Panti Asuhan Bhakti Luhur

$
0
0

Kehidupan kampus tidak bisa terpisahkan dengan kehidupan masyarakat luas begitu disadari oleh civitas akademika ITN Malang. Saling berbagi kasih dan membantu sesama adalah perpanjangan kasih Tuhan melalui ciptaannya. Mengingat pentingnya hal tersebut karyawan dan mahasiswa ITN Malang bersama-sama mengunjungi Panti Asuhan Bhakti Luhur KecamatanDonomulyo, Kabupaten Malang, Sabtu (18/3). “Banyak orang di luar sana yang mungkin tidak seberuntung kita. Kita berbagi kasih tidak hanya sebatas seremonialbelaka, tetapi langsung terjun ke masyarakat,” jelas Elizabeth Catur Yulia S, SH., Kepala Humas ITN Malang.

Lebih lanjut Kepala Humas menjelaskan, panitia Natal ITN Malang mengkonsepkan Natal tidak hanya perayaan bersenang-senang tapi berkomitmen kepada masyarakat yang membutuhkan. “Tidak sekedar berbagi kasih, namun dengan melihat mereka secara langsung kita juga menjadi peka terhadap lingkungan sekitar. Dengan begitu kita bisa lebih bersyukur atas apa yang diberikan-Nya,” tuturnya.

Kehadiran ITN malang di antara anak-anak difabel Panti Asuhan Bhakti Luhur diharapkan bisa memberikan semangat dan memberi suka cita. Bentuk bantuan yang diberikan menurut Kepala Humas disesuaikan dengan kebutuhan panti, berupa barang dan uang. Selain kebutuhan pokok berupa beras, minyak, dan gula, juga kebutuhan perlengkapan mandi, biskuit serta susu. “Awalnya kita tanya kebutuhan apa yang mereka butuhkan, sehingga nanti apa yang kita bawa benar-benar membawa manfaat bagi mereka,” ungkapnya.

Hampir semua panti asuhan di Malang Raya sudah pernah dikunjungi oleh panitia Natal ITN Malang. Bahkan sampai ke luar Malang diantaranya Tulungagung, Kediri,dan Lumajang. “Yang belum ke Surabaya dan Madura, karena terkendala jarakyang jauh. Sedangkan kita juga melungkan waktu disela-sela waktu kerja,” tutur ibu ramah ini. (sar)

sumber berita:
https://itn.ac.id/2017/03/27/memberi-suka-cita-itn-malang-kunjungi-panti-asuhan-bhakti-luhur/

Kompetisi Paduan Suara Tingkat SMA/SMK se-Malang Raya

$
0
0


Posted by :AdminSTIEI On : 27/03/20170

Dalam rangkaian Dies Natalis ke-44 STIE Indonesia Malang menyelenggarakan Kompetisi Paduan Suara Tingkat SMA/SMK se-Malang Raya dengan tema “Paduan Suara Sebagai Wadah Kreasi Musikal” yang diikuti oleh sejumlah SMA dan SMK di kota dan kabupaten Malang.
Acara ini diselenggarakan di Hall Ning Ed Hotel jl. Megamendung no. 9 Malang pada hari Minggu tanggal 25 Maret 2017.
Berikut para pemenang :
Juara I diraih oleh SMAK Frateran Malang
Juara II : SMK Bhakti Luhur Malang
Juara III : SMK PGRI 3 Malang
Juara harapan I : SMK Tumapel Malang
Juara harapan II : SMK Nahdaya Global Singosari
Pembukaan oleh Ketua Panitia Dr.Hj. Amelia Setyawati, SH.,MM.

 

sumber berita:
http://www.stieimlg.ac.id/2017/03/kompetisi-paduan-suara-tingkat-smasmk-se-malang-raya/

Dosen dan Karyawan ITN Malang Berbagi Kasih dengan Penghuni Panti

$
0
0

TIMESINDONESIA, JAKARTA – ITN Malang menggelar bakti sosial ke Panti Asuhan dan Panti Wredha “Harmoni” di Blitar pada 1 April 2017 lalu.  Beras, susu, diapers, minyak dan berbagai kebutuhan sehari-hari lainnya diangkut menggunakan pick up menuju Blitar. TIMESINDONESIA, JAKARTA – ITN Malang menggelar bakti sosial ke Panti Asuhan dan Panti Wredha “Harmoni” di Blitar pada 1 April 2017 lalu.  Beras, susu, diapers, minyak dan berbagai kebutuhan sehari-hari lainnya diangkut menggunakan pick up menuju Blitar. 
Laurentia Hermin DY , koordinator  bakti sosial, kegiatan berbagi kasih ini diadakan oleh dosen dan karyawan yang beragama Nasrani setiap tahun sejak tahun 2004. Sasaran bakti sosial adalah berbagai  Panti Asuhan, Panti Wredha, Kaum Difabel, Anak Jalanan, masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan, maupun Sekolah yang membutuhkan.  Dan setiap tahun penerimanya 2 lembaga dari Katholik dan Kristen.


Hermin menjelaskan berbagai lokasi telah didatangi baik di kota Malang, Kabupaten Malang seperti Tumpang, Sitiarjo, Kalipare, Lawang. Termasuk juga luar Malang yakni Pandaan, Probolinggo, Lumajang, Kediri, Tulungagung, Blitar. 
“Biasanya dalam bakti sosial barang yang dibawa sesuai permintaan dari panti atau sekolah yang akan kami datangi, termasuk kebutuhan pokok sehari-hari. Selain itu juga peralatan olah raga, peralatan musik, televisi, komputer, peralatan sekolah, LCD dan sebagainya,” tambah Hermin. 
Sementara itu Dr. Ir. Judhi Limpraptono, MT., Ketua Panitia Natal bersama ITN Malang tahun 2016 menyampaikan kegiatan Bhakti Sosial ini merupakan rangkaian dari kegiatan Perayaan Natal ITN Malang. Jadi Panitia dibubarkan saat Perayaan Natal dan Bakti Sosial selesai dilaksanakan. 
Untuk Baksos tahun ini ada 4 lembaga penerima karena baksos tahun sebelumnya belum dilaksanakan meliputi Panti Asuhan Bhakti Luhur (kaum difabel) di kecamatan Domulyo Kabupaten Malang,  Panti Asuhan dan Panti Wredha Griya Asih di Lawang, Panti Wredha Pondok Kevin di Batu, Panti Asuhan dan Panti Wredha Harmony di Blitar. 
Dr. Judhi  menyampaikan Bakti Sosial  merupakan perwujudan berbagi kasih kepada sesama  yang membutuhkan utamanya kaum yang lemah dan terpinggirkan baik secara ekonomi maupun fisik.(*)
Pewarta :Citizen Reporter

Editor :AJP-5 Editor

TeamPublisher:Ahmad Sukma

sumber berita: 

https://www.timesindonesia.co.id/read/145504/20170404/091704/dosen-dan-karyawan-itn-malang-berbagi-kasih-dengan-penghuni-panti/

In Memoriam Pastor Janssen CM: Setiap Penyandang Cacat adalah Anaknya

$
0
0

 

By Mathias Hariyadi – April 20, 2017

Catatan Redaksi:

Tulisan in memoriam ini kami ambil materi pokoknya dari situs resmi Yayasan Bhakti Luhur (www.bhaktiluhur.org). Redaksi mengedit ragam bahasanya agar memenuhi standar kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan resmi. Kami berterima kasih atas penulis sejarah kilas balik Yayasan Bhakti Luhur ini yang ditampilkan dengan perspektif peran penting almarhum Pater Paul Hendrikus Janssen CM.

—————–

KISAH pejuang kemanusiaan seperti yang bertahun-tahun ditorehkan oleh almarhum Pastor Paul Hendrikus Janssen CM sudah terukir indah dalam satu arsiran kuat di lembaran berita sejarah: eksistensi Yayasan Bhakti Luhur. Inilah lembaga sosial yang menaungi banyak panti asuhan dengan fokus pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus; baik cacat fisik maupun non fisik.

Terlahir di Venlo, Negeri Belanda, tanggal 29 Januari 1922 dari pasangan Paul Hubert Janssen dan Maria Helena Fillot, almarhum Pastor Janssen menginjakkan kakinya pertama kali di Indonesia melalui Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya tanggal 11 Mei 1951. Ia segera datang menghadap Uskup Keuskupan Surabaya waktu itu dan oleh pemimpin Gereja Katolik Lokal di Keuskupan Surabaya, almarhum lalu dibenum (ditugaskan) di Kediri.

Ia memulai tugas pastoralnya di tlatah Pohsarang, sekitar 15 km jauh dari pusat kota Kediri.

Ia belajar bahasa Jawa untuk memudahkan komunikasi dengan umat sekitarnya dan mengefektifkan langkah pastoralnya. Ia banyak melakukan perjalanan jalan kaki ke arah Gringging, Kalinanas, dan Kalibago dan di situ ia banyak menemui penduduk lokal menderita sakit TBC dan framboesia (koreng).

Untuk bisa membantu pengobatan orang lokal, almarhum Pastor Janssen sering bolak-balik Kediri-Surabaya guna mendapatkan bantuan obat dari dr. Parijs di Karangmenjangan. Dari dokter inilah, ia belajar teknik bagaimana bisa mengobati penyakit kulit (koreng) dengan penisilin dan berkeliling dengan sepeda onthel menyusuri kawasan pedesaaan di Kediri.

Merintis karya di Kediri

Ia merintis pendekatan RBM (Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (CBR, Community Based Rehabilitation) terhadap banyak pasien penderita cacat.

Di Kediri, ia mendirikan sekolah, mulai dari TK Montesori, SD dan SMP Don Bosco. Karena tenaga guru kurang, ia pergi minta bantuan ke Yogyakarta dan Muntilan dan akhirnya tenaga guru berhasil dia dapatkan untuk mengajar di TK, SD, SMP. Barulah kemudian ia merintis berdirinya pendidikan Kursus B1 di Kediri bidang bimbingan dan konseling.

Di Kediri inilah, ia merintis pembangunan berdirinya asrama untuk anak-anak berkebutuhan khusus untuk menampung anak-anak cacat yang tidak mungkin dirawat di rumah sakit berlama-lama. Akhirnya berdirilah sekarang Panti Asuhan Yayasan Bhakti Luhur di Kalibago – Kediri yang berfungsi sebagai pusat rehabilitasi masyarakat (Puremas).

 

Kenangan di tahun 1969.
Tahun 1959, almarhum Pastor Janssen CM pindah tugas ke Madiun, Jatim. Ia ditugasi merintis berdirinya perguruan tinggi katolik yang kemudian bernama Universitas Widya Mandala. Awalnya, perguruan tinggi ini dirintis melalui praktik kursus B1 yang kemudian berkembang menjadi Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG), lalu menjadi FKIP dan sekarang telah resmi menjadi Universitas Katolik Widya Mandala yang berlokasi di Madiun.

Tanggal 5 Agustus 1959 di Madiun, almarhum Pastor Janssen CM mendidikan Yayasan Bhakti Luhur guna mewadahi berbagai aktivitas sosial.

Karena terjadi kelaparan hebat di Ponorogo tahun 1963 dan waktu itu sangat dibutuhkan banyak tenaga relawan membantu pekerjaannya, maka tanggal 8 September 1963 berdirilah Asosiasi Perawat Bhakti Luhur. Awalnya, organisasi ini hanya beranggotakan 7 orang puteri dan merekalah yang kemudian membantu secara langsung bencana kelaparan hebat (wabah tikus) di Slahung dan Ponorogo. Hingga beberapa waktu kemudian, para perawat inilah yang kemudian menjadi pembina sekaligus yang menjalankan Yayasan Bhakti Luhur.

 

Para pemudi yang bergabung dalam ALMA inilah yang bekerja membantu masyarakat di Slahung, Ponorogo ketika masyarakat lokal di situ mengalami wabah kelaparan hebat kurun waktu tahun 1963–1965. Sampai sekarang, ALMA menjadi pemilik dan pengelola Yayasan Bhakti Luhur.

Berkarya di Malang

Bulan Mei 1967 Romo Janssen pindah ke Malang. Awalnya, ia tinggal menkontrak rumah di Jl. Tapaksiring I, Samaan. Namun karena di situ sudah ada banyak anak cacat yang perlu ditampung dan dirawat, maka pada tanggal 26 Agustus 1967 mereka dipindahkan ke panti anak–anak cacat di Jl. Dempo 14, Malang.

Dari sinilah perkembangan Bhakti Luhur di bawah asuhan Romo Janssen terus berkembang, kian hari kian banyak anak–anak cacat yang harus ditolong dan dirawat dari sekeliling Malang.

Di Jl. Oro-oro Dowo, Malang, pada tahun 1969, Romo Janssen mendirikan Institut Pembangunan Masyarakat (IPM, Institute of Social Development). Semula, IPM menyelenggarakan kursus–kursus rehabilitasi, baik rehabilitasi sosial maupun yang spesifik ke rehabilitasi penyandang cacat.

Periode tahun 1962–1972 inilah merupakan periode sibuk bagi Romo Janssen, terlebih karena ia berhasil menjalin kerjasama dengan Departemen Sosial RI. Wujud kerjasamanya adalah bahwa IPM menjadi tempat penyelenggara kursus bagi Lembaga Sosial Desa (LSD) dalam bentuk Training for Trainers.

 

Kursus yang dimaksud adalah kursus pengembangan masyarakat, termasuk peternakan dan pertanian. Kegiatan IPM tak hanya berpusat di Oro-oro Dowo, namun juga meluas ke Jl. Galunggung 3, Malang. Di dalam IPM inilah secara mendetil, Romo Janssen juga menulis sebuah buku pengembangan masyarakat yaitu 10 Metode Pekerjaan Sosial.

Dengan metode itu, banyak masyarakat di pedesaan mendapatkan bantua keahlian melalui program kerja LSD yang telah mendapat training dari IPM. Pada masa ini, pula Romo Janssen diangkat menjadi Guru Besar IKIP Malang.

LSD–LKMD

Sayangnya di akhir tahun 1972 ada kebijakan dari pemerintah pusat, bahwa LSD tidak lagi di bawah naungan Departemen Sosial, melainkan akan dimasukan di bawah kendali Departemen Dalam Negeri. Barulah, lembaa ini berubah namanya menjadi Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD).

Dengan perubahan kebijakan ini, praktis IPM tidak lagi memberikan pelatihan kepada LSD–LSD, namun hanya pelatihan spesifik ke arah rehabilitasi penyandang cacat dan sosial pada umumnya. Tahun–tahun berikutnya, setelah IPM tidak lagi dapat berbicara banyak, Romo Janssen mulai merintis SMPS.

Tidak berputus asa

Tidak ada kata putus sama sekali di benak pikiran Romo Janssen, kendati banyak ahli datang dari UNICEF dan UNDP maupun dari Jerman dan Belanda harus pulang meninggalkan Indonesia. Ini berarti mereka juga harus meninggalkan projek yang tengah dikerjakan karena terkena dampak peristiwa itu. Tetapi bukan berarti segala apa yang telah diperjuangkannya di dalam Institut Pembangunan Masyarakat tanpa hasil.

Sebaliknya, LSD-LSD yang telah mengenyam pelatihan di IPM lewat Training for Trainers malah mulai sungguh-sungguh bisa menyebarkan ilmu dan keahliannya di daerahnya masing– masing. Ada banyak hal yang dapat dipetik dan diterapkan dalam pengembangan masyarakat.

Setiap peristiwa pasti membawa makna tertentu. Demikian pula pergantian LSD ke LKMD juga membawa hikmah besar. Dan justru hal itulah menjadi semacam titik tolak bagi Romo Janssen CM untuk kemudian bisa memberi perhatian secara penuh bagi penyandang cacat yang papa dan miskin serta terlantar.

 

Hari demi hari, anak–anak cacat yang dibina oleh Romo Janssen di Yayasan Bhakti Luhur semakin bertambah. Konsep bahwa penyandang cacat harus tinggal di dalam masyarakat telah mengantarkan pada suatu bentuk implementasi berupa rumah–rumah (wisma–wisma) untuk penyandang cacat di tengah masyarakat.

Adalah paling baik jika penyandang cacat yang terlantar dan tidak punya keluarga, atau bahkan dijadikan komoditi oleh pihak–pihak yang tidak bertanggung jawab diasuh, dirawat dengan penuh cinta dan rasa tanggungjawab yang besar. Karenanya, keberadaan rumah-rumah bagi penyandang cacat (asrama/wisma) mutlak diperlukan. Itu sekaligus menjadi lahan bagi edukasi dan penyadaran kepada masyarakat secara konkrit bahwa di sekitar mereka masih ada sesama yang ‘cacat’ dan berkebutuhan khusus yang perlu mendapat perhatian ekstra kasih dari orang lain yang peduli.

Romo Janssen dan Bhakti Luhur

Setiap penyandang cacat apa pun adalah anaknya.

Pada tahun 1975-an, semakin banyak penyandang cacat dengan berbagai jenis kecacatan diterima untuk diasuh dan dirawat oleh Yayasan Bhakti Luhur. Rupany, a para perawat Bhakti Luhur yang sudah dibentuk dan terus berkembang itu tidak dapat mengimbangi jumlah penyandang cacat yang ‘ditemukan’ di tengah masyarakat dan kemudian mereka asuh, rawat, dan bina di asrama (baca: panti asuhan).

Di tahun 1979, Sekolah Menengah Pekerjaan Sosial (SMPS) yang telah eksis beberapa tahun sebelumnya dan secara spesifik memberikan perhatian pada pelayanan kepada anak–anak cacat dan berkebutuhan khusus akhirnya mendapat pengakuan resmi dari Pemerintah RI. Ini terjadi tepatnya tanggal 29 September 1981 dan pengakuan resmi itu datang dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud). Dengan semakin kuatnya posisi sosial SMPS ini, maka pengasuhan anak–anak cacat di asrama–asrama bisa lebih terjamin.

Begitulah seterusnya, hari demi hari Yayasan Bhakti Luhur terus berkembang. Kini, hampir semua jenis kecacatan bisa diterima di sini. Pada tahun 1987, Romo Janssen mulai tidak hanya berfokus pada pendekatan institusional (melalui panti dan sekolah), namun juga mulai aktif dalam usaha Primary Health Care. Ini terjadi di Kecamatan Donomulyo, Malang Selatan dan di sebuah desa di Mojorejo, Blitar. Semuanya di Jatim.

Untuk program PHC, tentu saja ia bekerjasama dengan Puskesmas dan Dinas Kesehatan setempat.

Dua tahun kemudian yakni per tanggal 27 September 1989, Romo Janssen secara sah berhasil menjadi Warga Negara Indonesia.

Community Based Rehabilitation

Memasuki tahun 1992, PHC diperluaskan ke arah Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) dengan memperhatikan masalah kecacatan; baik secara fisik maupun kombinasi cacat fisik dan mental. RBM ini merupakan program WHO dan hal itu merupakan salah satu program paling baik untuk mengatasi masalah kecacatan dengan memberdayakan masyarakat setempat. Namun, menerapkan konsep RBM rupanya tidak begitu saja mudah dan bisa dijalankan.

Diperlukan tenaga-tenaga terlatih untuk memberikan motivasi dan teladan konkret bagi masyarakat lokal agar mereka bisa menyadari perlunya kebutuhan itu dan memulai upaya rehabilitasi. Untuk itu diperlukan pelatihan–pelatihan bagi warga setempat supaya mereka mampu menjalankan program rehabilitasi penyandang cacat.

itulah sebabnya, pada tahun 1994 digagaslah kursus Petugas Lapangan RBM. Hal itu baru bisa terwujudkan di bulan September 1995.

Kursus Pekerja Rehabilitasi

Awalnya, praktik menjalankan program ini diampu bekerjasama dengan PPRBM Prof. Dr. Soeharso Surakarta. Namun di tahun-tahun berikutnya, Bhakti Luhur telah berhasil dan mampu menyelenggarakan pelatihan sendiri dalam wadah Pusat Pengembangan Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (PPRBM) Yayasan Bhakti Luhur.

Banyak kaum muda datang dari berbagai pelosok tanah air datang untuk mengikuti program pelatihan ini. Sebut saja NTT, Maluku, Kalimantan, Sulawesi, bahkan Papua.

Mereka adalah pemuda–pemudi yang telah lulus dari pendidikan tingkat atas (SLTA) dan mempunyai komitmen mau menjalankan program rehabilitasi di daerahnya. Dalam program PPRBM ini pula, Dinas Sosial beberapa provinsi juga telah mengirimkan tenaganya mengikuti pelatihan di Bhakti Luhur. Taruhlah itu Dinas Sosial DKI Jakarta, Dinas Sosial Kupang, RBM Provinsi Sulawesi Selatan, serta berbagai LSM yang ada di banyak provinsi. Mereka hepi mengikuti program pelatihan ini.

 

Bhakti Luhur di Indonesia

Sampai saat ini, Bhakti Luhur telah berkembang menjadi salah satu yayasan sosial bagi penderita cacat yang terbesar di Indonesia dengan 400-an wisma yang banyak tersebar di berbagai daerah di Indonesia dengan lebih dari 2.000 anak di dalamnya, serta kurang lebih 700 perawat yang tinggal bersama anak–anak tersebut. Dengan program RBM-nya, Bhakti Luhur telah berkarya di 15 provinsi di Indonesia dan 40 Puremas (pusat rehabilitasi masyarakat) yang telah mengintervensi dan merehabilitasi lebih dari 5.000 penyandang cacat.

Sesuai mottonya, Bhakti Luhur dan program RBM akan terus menjangkau daerah yang belum terjangkau, supaya semakin hari, semakin banyak penyandang cacat bisa dibantu dan diinklusikan ke dalam setiap aspek kehidupan masyarakat.

Pusat Rehabilitasi Penyandang Cacat

Rumah di Jl. Galunggung 3, Malang semula dijadikan sebagai salah satu pusat Institut Pengembangan Masyarakat. Namun, akhirnya bangunan itu sekarang menjadi satu lingkungan pusat pengembangan rehabilitasi penyandang cacat. Mula–mula hanya satu rumah, yaitu hanya di Galunggung 3, namun perlahan tapi pasti, tempat ini telah berkembang menjadi lebih luas dan majemuk.

Dengan luas tanah kurang lebih 2,5 hektar, kompleks ini telah berkembang menjadi pusat rehabilitasi bagi penyandang cacat. Semula, hanya satu wisma, kini telah berkembang menjadi 20 wisma, bermacam persekolahan, bermacam unit terapi dan latihan kerja, serta training center.

Karena begitu padatnya aktivitas di Jl. Galunggung 3 ini, maka kompleks ini menjdi tidak pas lagi sebagai akses keluar-masuknya rutinitas harian kompleks ini. Karena itu, sekarang digunakanlah Jl. Raya Dieng sebagai gerbang utamanya; tepatnya di Jl.Raya Dieng 40, Malang.

Layanan Bhakti Luhur

Wisma ini melayani terapi anak–anak cacat yang miskin dan terlantar dengan ketersediaan unit-unit terapi fisik, okupasi, wicara, terapi integrasi sensori, terapi anak tuna grahita, terapi & latihan tuna netra – low vision, terapi tuna ganda, terapi anak autis, terapi dan latihan anak cerebral palsy.

Lembaga pendidikan persekolahan: SLB (A, B, C, C1, Autis ), SD Integrasi, SMP Integrasi, SMK/SMPS, dan STPS.

Sumber: Sejarah Yayasan Bhakti Luhur

sumber berita:
http://www.sesawi.net/2017/04/20/in-memoriam-pastor-janssen-cm-setiap-penyandang-cacat-adalah-anaknya-2/


Akses Pendidikan bagi Penyandang Disabilitas Harus Terpenuhi

$
0
0

Juli 14, 2017

Bisnis.com, MALANG—Wali Kota Malang Mochamad meminta agar akses dan layanan pendidikan bagi penyandang disabilitas harus terpenuhi dengan baik.

“Saya berharap agar OPD terkait segera mengambil tindakan konkrit akan terpenuhinya pendidikan yang layak dan inklusif bagi penyandang disabilitas,” katanya, di sela-sela Pengukuhan Paguyuban Orang Tua Penyandang Disabilitas di Kecamatan Kedungkandang, Jumat (14/7/2017).

Anak-anak disabilitas, kata dia, harus mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang sama dengan anak-anak lainnya sehingga dapat diterima di dunia pekerjaan pada umumnya.

Dia juga minta pada Camat dan Lurah se kecamatan kedungkandang agar disetiap program kerja kelurahan dan kecamatan juga memunculkan ruang untuk kebutuhan anak-anak difabel.

Theresia Tutik, perwakilan dari yayasan Bhakti Luhur Malang menyampaikan bahwa Kecamatan Kedung Kandang adalah kecamatan kedua di Kota Malang yang memiliki paguyuban orang tua penyandang disabilitas dengan nama “Mutiara Kasih” untuk memberikan penguatan mental pendamping orang tua penyandang disabilitas.

“Di kecamatan Kedungkandang terdapat 234 difable yang membutuhkan pendampingan, dari jumlah tersebut 133 anak sudah di assasment untuk mengetahui kebutuhan mereka” ujarnya.

Paguyuban tersebut didirikan juga dalam rangka memberikan konseling kepada orang tua penyandang disabilitas agar dapat lebih sabar dalam merawat dan membimbing anak-anaknya

Sumber : Antara

sumber berita:
http://surabaya.bisnis.com/read/20170714/1/97274/akses-pendidikan-bagi-penyandang-disabilitas-harus-terpenuhi

 

LETING ANTIGADU BERIKAN BANTUAN SEMBAKO KE PANTI ASUHAN

$
0
0

22 Desember 2017

tribratanewsngada.com– Sejumlah polisi angkat 32 dari Polres Ngada memberikan bantuan sembako untuk panti asuhan Alma Bajawa dan Maria Dula Moi, seorang nenek di kota itu.

Hajatan berbagi kasih ini dilakukan dalam rangka Hari Ulang Tahun (Hut) yang ke-9 lulusan polisi leting 32.

“Beri bantuan itu dalam rangka HUT ke-9 lulusan Polri angkatan atau leting yang ke 32,” Jelas Koordinator leting 32, Brigpol Ferdinandus Botha‎ kepada Humas saat ditemui di Polres Ngada, Rabu (20/12/2017).

Dia berharap agar jalinan tali silaturahmi tidak hanya sampai pada kunjungan itu, tetapi berlanjut dalam kesempatan selanjutnya.‎

‎Brigpol Ferdin mengatakan, bantuan sembako diberikan sebagai bentuk kepedulian terhadap panti asuhan Alma Bajawa dan Nenek Maria, serta masyarakat Kabupaten Ngada.

“Semoga dengan kedatangan kami ke panti asuhan Alma Bajawa dan rumah seorang nenek ini dapat memberikan berkat tersendiri bagi panti asuhan dan Nenek Maria Dula Moi,” kata Brigpol Ferdin.

 

sumber berita:
http://tribratanewsngada.com/leting-antigadu-angkatan-tiga-puluh-dua-berikan-bantuan-sembako-ke-panti-asuhan/

KETIKA KASIH SAYANG TIADA BATAS

$
0
0

Merasa Minder, saat Malam Pertama Justru Nangis Bareng

14 Februari 2018

Disatukan karena perbedaan, saling mengasihi karena cinta. Kira-kira seperti itulah gambaran ketiga pasangan ini. Mereka yakni Adityanta Dani Darmawan-Dian Desty Wijaya, Hari Kurniawan-Meiry Kartika Yudiantim, dan Hendrykus Eko Novianto-Paulina Heny Yuliani seolah-olah ingin menyadarkan kita: Bangunan cinta bisa dibuat karena saling bisa menerima kekurangan.

Canda tawa seperti tidak pernah berhenti saat wartawan Jawa Pos Radar Malang menemui pasangan suami istri Adityanta Dani Darmawan, 26, dan Dian Desty Wijaya, 29, di rumahnya, Perumahan De Rumah, Kota Malang, kemarin (13/2). Misalnya, Aditya berseloroh saat dokter heran kalau Dian bisa hamil. Sikap heran itu muncul karena Dani adalah penyandang tunadaksa, sedangkan istrinya adalah perempuan nondifabel (tidak ada kekurangan pada tubuhnya).

”Saya jawab, kan saya manusia yang bisa menghamili orang, bukan gurita,” kata Dani disambut senyum mengembang dari istrinya.

Keluarga ini memang penuh canda tawa. Apalagi, profesi Dani adalah seorang stand-up comedian. ”Berkat Stand-Up Comedy, saya bisa dikenal dan mendapatkan penghasilan. Tidak hanya itu, saya juga bisa menemukan cinta sejati,” imbuhnya.

Setelah itu, dia melalui lika-liku cintanya. Semuanya berawal dari ajang pencarian bakat Stand-Up Comedy yang ditayangkan stasiun televisi swasta. Dia pun mulai dikenal masyarakat. Apalagi dia menjadi finalis dalam ajang itu. Hingga 7 April 2016 lalu, Dani dan istrinya bertemu untuk kali pertama.

”Dian saat itu menganggap saya tidak bisa lepas dari bantuan kursi roda. Jadi, dia kaget dan khawatir waktu tahu saya berjalan digandeng seseorang,” imbuh pria kelahiran 17 November 1991 ini.

Berselang sebulan, komunikasi mereka berlanjut melalui media sosial Instagram. Puncaknya pada Juni 2016, mereka semakin intens berkomunikasi. ”Padahal, saat itu waktu Imsak lebih lama di Jakarta, tapi saya selalu mengingatkan dia biar tidak telat sahur,” katanya sambil tertawa.

Percakapan keduanya semakin akrab. Hingga pada 10 Agustus 2016, mereka memutuskan untuk berkomitmen pacaran. Dian menuturkan, saat itu pria yang kini jadi imamnya tersebut sempat curhat tentang kisah asmaranya. Wajar saja, dulu memang banyak perempuan yang menghina saat Dani mengutarakan perasaannya.

”Saya mikir dia (Dani) pasti masih trauma. Jadi, saya memutuskan untuk mengutarakan perasaan kali pertama kepadanya,” papar perempuan kelahiran 14 Desember 1988 itu.

Tepatnya pada 28 April 2017, pasangan ini umrah sekaligus menjalani akad nikah di Masjidilharam. Setelah resmi menjadi pasangan suami istri, Dani berkata jika belum siap memiliki anak. Dian menuturkan, saat itu suaminya khawatir jika anaknya nanti tidak bisa menerima kondisi orang tuanya.

”Jadi waktu malam pertama, kami belum sempat berhubungan layaknya pengantin baru. Kami justru menangis bersama-sama,” kata Dian sembari tertawa.

Sementara itu, pasangan suami istri hebat yang lain adalah Hari Kurniawan dan Meiry Kartika Yudianti. Pria yang akrab disapa Wawa ini mengakui tidak mudah untuk mencari pasangan hidup bagi dirinya.

”Saya dengan keterbatasan (tunadaksa) seperti ini, rasanya sulit sekali dulu mencari jodoh,” ungkap pria berusia 40 tahun ini.

Menurut Wawa, dia baru berhasil menyunting Yudit, istrinya, pada 18 Februari 2017. Ada tantangan baru yang harus dijawab ketika setelah menikah. Yakni, jarak yang memisahkan keduanya. Wawa mempunyai pekerjaan menjadi advokat publik di Kota Malang. Sedangkan istrinya bekerja di sebuah lembaga daycare di Bekasi, Jawa Barat. Hal inilah yang disebut Wawa menjadi tantangan pernikahannya setahun ini.

”Ini kan LDR (long distance relationship, Red) terus, kami bisa berbulan-bulan nggak ketemu. Padahal, pernikahan ini baru setahun,” terang pendiri LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Rumah Keadilan tersebut.

Ketika kemarin ditemui koran ini, senyumnya semringah. Matanya pun berbinar. Sambil memandangi foto istrinya yang dipasang menjadi wallpaper di ponsel Wawa. Dia bersyukur sang istri mau menerima kondisinya.

Sedangkan semangat untuk mencari pendamping hidupnya pun tiba ketika Wawa dikenalkan seorang temannya dalam sebuah acara bakti sosial di salah satu panti asuhan di Depok. ”Saya hanya ingin membuktikan ayat Allah tentang setiap orang sudah disiapkan pasangannya,” imbuh pria berambut ikal tersebut.

Untuk menjaga bahtera keluarganya, Wawa menerangkan jika komunikasi merupakan salah satu hal yang terpenting dalam sebuah rumah tangga. Apalagi, aktivitasnya yang lebih sering mobile dari Malang, Lumajang, hingga Banyuwangi. Sebab, dia sering ditunjuk masyarakat untuk membantu penyelesaian hukum. Seperti di wilayah kawasan pertambangan emas Tumpangpitu, Banyuwangi.

Sikap bersyukur pun ditunjukkan pasangan Paulina Heny Yuliani dan Hendrykus Eko Novianto. Mereka dipersatukan dalam satu balutan cinta. Paulina adalah penyandang tunadaksa, sedangkan suaminya lelaki dengan fisik nondifabel yang mencintainya tanpa batas.

”Saya sangatlah kurang sempurna dibanding suami saya. Tapi, saya sungguh bersyukur, saya bisa melakukan banyak hal yang juga dikerjakan orang pada umumnya,” ujar Paulina mengawali kisahnya dengan sang suami.

Sebelum menjadi ibu rumah tangga, Paulina bekerja sebagai perawat di Kalbar (Kalimantan Barat) dan setelah beberapa tahun kembali ke Malang untuk bertugas di Wisma Dempo. Di Malang, dia akhirnya bertemu dengan Eko.

”Sebenarnya kami ini sekolahnya sama-sama di bawah satu yayasan Bhakti Luhur. Saya di SMPS (Sekolah Menengah Pertama Sosial) dan Bang Eko di Sekolah Menengah Pendidikan Pastorial-nya. Tapi, ketemunya ya pas sama-sama bekerja. Jodohnya sudah ada pas sekolah, tapi ketemunya waktu bekerja,” tambahnya.

Keduanya sama-sama bertugas sebagai perawat. Eko bertugas di salah satu yayasan di Sukun, sedangkan Paulina di Wisma Dempo. Mereka beberapa kali bertemu pada acara antarperawat se-Indonesia di Bhakti Luhur. Dari acara itulah, Eko mengaku menyimpan perasaan lebih kepada Paulina. Namun, dia tidak tahu bagaimana cara mengontak Paulina untuk kenalan lebih lanjut.

”Saya dikasih nomor handphone Paulina dari teman seasrama. Setelah kenalan agak lama, akhirnya saya tahu kalau teman saya itu mantannya Paulina,” ujarnya sambil tertawa.

Eko mengaku jatuh hati kepada Paulina selain karena manis, dia juga sangat sederhana dan penuh kasih sayang. ”Saya tidak peduli dia seperti apa. Kalau saya sayang dan saya cinta, biarlah Tuhan yang membantu saya dekat dengan pasangan saya,” imbuhnya.

Sementara Paulina sendiri mengaku tidak kenal Eko sama sekali saat itu. ”Kan teman saya yang namanya Eko banyak ya, jadi bingung kok suami saya ini tahu saya, tapi saya ga tahu dia. Setelah ketemu, ya saya ingat dia sih akhirnya. Ingatnya tapi tipis-tipis,” ujarnya sambil tertawa.

Paulina pun mengalami first love (cinta pada pandangan pertama) karena terpesona dengan tatapan Eko. ”Saya suka matanya yang lebar. Saya jatuh hati pada pandangan pertama dan yang saya suka dia itu cuek, gak malu jalan sama saya. Itu yang bikin saya cinta sama dia,” ujar Paulina malu-malu.

Perkenalan mereka berlanjut hingga menyandang status pacaran pada 1 Agustus 2010. ”Saya ingat pukul 03.00 WIB kami jadian. Kami pacaran layaknya orang yang lagi jatuh cinta. Setelah itu kami juga berbicara kekurangan kami masing-masing,” ujar Paulina menjelaskan.

Paulina sendiri menceritakan lika-liku percintaan mereka yang mendapat pertentangan dari kedua orang tua angkat mereka. ”Saya memahami betul kenapa Mama-Papa kami menentang. Tapi, kasih Tuhan begitu indah. Kami saling mencintai dan memutuskan menikah,” tambahnya.

”Ada kesedihan juga pas mau menikah, ketika kami bercerita banyaknya kesulitan kepada (alm) Romo, tiba-tiba beliau bilang kepada saya. Menikahlah, saya ingin melihat kalian menikah sebelum meninggal,” ujar Paulina.

Berbekal restu dari (alm) Romo Prof Dr Paulus Hendrikus Janssen CM, mereka menikah didampingi suster Christina Ginah dan suster Saxeria di Gereja Lely pada 17 Agustus 2014.

”Kalau orang tua dari suami, akhirnya merestui kami. Tapi, Mama (ibu angkat Paulina) datang pas hari pernikahan. Akhirnya merestui kami menikah,” pungkasnya.

Pewarta: NR1, NR2, Ashaq Lupito
Penyunting: Irham Thoriq
Copy editor: Dwi Lindawati
Foto: Falahi Mubarok

sumber berita:
http://www.radarmalang.id/ketika-kasih-sayang-tiada-batas/

 

Sosialisasi Program Inklusi Disabilitas PPRBM Bhakti Luhur

$
0
0

Kamis 3 Mei 2018 bertempat di Kantor Kecamatan Singosari telah dilaksanakan kegiatan sosialisasi program inklusi disabilitas pusat pengembangan rehabilitas bersumber daya masyarakat.

Kegiatan yang dibuka oleh Bapak Eko Margianto, Ap. S.Sos. M.AP selaku Camat Singosari ini diselenggarakan oleh Yayasan Bhakti Luhur yang bekerjasama dengan Dinas Sosial Kabupaten Malang.

sumber berita:
http://singosari.malangkab.go.id/?p=930

DIBUKA PENDAFTARAN PROGRAM STUDI PASTORAL PROGRAM MAGISTER

$
0
0

PROGRAM STUDI PASTORAL PROGRAM MAGISTER
terakreditasi berdasarkan:
Keputusan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi
Nomor: 360/SK/BAN-PT/Akred/S/IX/2014

Program Pascasarjana (S2) Pastoral diselenggarakan dalam waktu 4 semester atau 2 tahun dan maksimal 10 semester.
Perkuliahan tatap muka dilaksanakan pada sore hari mulai jam 16.00 WIB sd 19.45 WIB.

Prospek Lapangan Kerja:
1. Di Indonesia ada ratusan Perguruan Tinggi baik Negeri maupun Swasta, yang membutuhkan tenaga dosen Agama Katolik. Hingga saat ini, hampir tidak ada Pergurun Tinggi Program Pascasarjana yang secara khusus menyiapkan tenaga pendidik di perguruan Tinggi untuk bidang agama Katolik.
2. Dewasa ini dibuka Sekolah Tinggi Pastoral di beberapa keuskupan di Indonesia yang tentu membutuhkan tenaga dosen yang kompeten di bidang pastoral. Pasca Sarjana STP IPI Malang dapat menyiapkan tenaga dosen untuk mereka.
3. Dewasa ini Gereja sangat membutuhkan ahli-ahli pastoral yang mampu membuat analisa pastoral dan menyusun perencanaan pastoral yang menjawabi kebutuhan zaman.

Syarat Pendaftaran:
1. Calon mahasiswa berasal dari Sarjana Strata Satu (S1) jalur Skripsi. Mereka yang tidak berasal dari jalur skripsi perlu menyusun dan mengikuti ujian skripsi.
2. Calon Mahasiswa yang berasal dari Sarjana/S1 Filsafat Teologi, Pastoral atau Kateketik, IPK minimal 2,75.
3. Calon mahasiswa yang berasal dari luar bidang yang disebut di no. 2, IPK minimal 3.00 dan wajib mengikuti mata kuliah matrikulasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku di STP IPI Malang.
4. Calon mahasiswa siswa yang berasal dari luar negeri harus memenuhi syarat-syarat berikut: memiliki ijasah yang setara dengan sarjana (S-1) di Indonesia, mampu berbahasa Indonesia yang memadai, dan mendapat izin belajar dari Kementerian Agama RI.
5. Mahasiswa pindahan dari Program Pascasarjana di bidang Ilmu Agama/Teologi dapat diterima di Program Magister Pastoral STP IPI Malang jika memenuhi syarat: Terdaftar sebagai mahasiswa aktif pada program studi di bidang Ilmu Agama/Teologi di perguruan tinggi asal pada saat mengajukan permohonan pindah ke Program Magister STP IPI Malang; Menunjukkan surat pindah dari Ketua/Rektor perguruan tinggi asal ke Ketua STP IPI Malang; Memiliki IPK > 3,0; Bukan mahasiswa drop out (putus studi); Penyetaraan matakuliah dari Program Pascasarjana asal didasarkan pada kurikulum yang berlaku.
a. Baik jika memiliki sertifikat Bahasa Inggris setara TOEFL dengan nilai 450.
b. Calon mahasiswa yang mendapat tugas belajar, wajib melampirkan surat izin belajar dari instansi yang mengirimnya.

ALAMAT PENDAFTARAN:
1. Kampus Pusat STP-IPI Malang
Jln. Seruni No. 06 Malang 65141 Jawa Timur,
Telephone: 0341- 498554 Fax. 0341-410386
2. Kampus Program Studi Pelayanan Pastoral
Jln. Terusan Dieng No. 40 Malang 65146 Jawa Timur,
Telephone: 0341-562506, 7040718 Fax. 0341-564921
3. Website : www.stp-ipi.ac.id

Viewing all 96 articles
Browse latest View live